Maccera’ Tasi’: Ritual Leluhur di Tana Luwu (Bagian 2)
Pua' Puawang memberikan bubuk emas di mulut ikan tiko-tiko dalam Prosesi Ritual Maccera' Tasi' (Idwar Anwar) |
PADA saat semua telah datang, dan waktu yang baik untuk memulai upacara (pada saat air mulai pasang), iring-iringan perahu yang telah dihias pun menuju ke ance’. Ance’ adalah rumah kecil yang berbentuk menara yang dipancangkan di laut.
Bangunan ini biasanya dibuat dari batang pohon pinang dan bangunan di atasnya berbentuk lingkaran. Sebagai hiasan, biasanya digunakan pucuk daun kepala. Bangunan ini didirikan di tempat pertemuan air asin dan air tawar atau pada garis pantai pada saat pasang surut terjauh (biasanya dekat muara sungai namun sedikit agak jauh ke luar dari pantai).
Ance ini didirikan beberapa hari sebelum acara maccera’ tasi’ dimulai (dicari waktu dan tempat yang tepat). Ance’ didirikan sebagai simbol dan tempat, Pua’ Puawang bermunajat kepada Tuhan YME agar diberikan rejeki kepada para nelayan.
Dalam iring-iringan, perahu tumpangan Pua’ Puawang yang membawa sebbu kati (sesajen) berada di depan diikuti oleh pincara (perahu) Datu/Pajung Luwu dan Puang Ade’ (pemangku adat). Kemudian disusul dengan perahu yang membawa rakki.
Rakki adalah wadah yang berisi jenis makanan tertentu yang biasanya digunakan sebagai salah satu kelengkapan pada pelaksanaan ritual tertentu. Wadah rakki terbuat dari daun nipah atau rotan, —bentuknya menyerupai rantang bundar bersusun; ada juga yang dibuat dalam bentuk usungan bambu yang diberi berhias.
Lise rakki (isi rakki) biasanya terdiri dari; sokko patanrupa, nasi, sepasang ayam panggang utuh, telur, ikan dan lain-lain. Sepasang ayam panggang merupakan simbol kebersamaan rakyat yang berasal dari status sosial yang berbeda.
Sokko patanrupa merupakan simbol persatuan (mempererat persatuan) dari berbagai macam suku bangsa dan sebutir telur yang diletakkan di atas soko merupakan simbol kesatuan alam di dalam ke-Esaan Tuhan dan simbol kelangsungan hidup/ regenerasi (tunas).
Pada pelaksanaan Maccera’ Tasi’, masing-masing kelompok masyarakat nelayan dari setiap desa-desa di pesisir pantai membawa rakki untuk diserahkan kepada Datu/ Pajung pada ritual mappangngolo rakki.
Acara ini diakhiri dengan melepaskan seekor ikan tiko-tiko (ikan yang dianggap sebagai datu {raja}-nya ikan) dengan sebelumnya memasukkan bubuk emas ke dalam mulut ikan tersebut.
Selain ikan tiko-tiko beberapa ikan dan binatang laut lainnya seperti kepiting juga dilepas dengan sebelumnya memberikan bubuk emas ke mulutnya. Ikan tiko-tiko dan beberapa binatang laut lainnya yang dilepas tersebut diambil dari tempat (dalam sebuah jaring) yang memang telah dibuat sebelumnya dan diletakkan di bawah ance’.
Ritual kemudian dilanjutkan dengan pembacaan doa ucapan syukur di atas ance’ yang dibacakan oleh Pua’ Puawang.
Pua’ Puawang didampingi oleh seorang ana’ tennawettepa dara (anak perempuan yang belum aqil baliq) dengan pakaian mabbulaweng (pakaian adat lengkap).
Pakaian mabbulaweng adalah simbol ketulusan dan kesucian niat dari pelaksanaan ritual maccera’ tasi.
Dalam acara doa ini biasanya ada beberapa pendahuluan yang harus diucapkan sebelum membaca doa. Setelah masuknya Islam, banyak kalimat-kalimat yang memuat unsur-unsur Islam, di antaranya berbunyi:
Assalamu Alaikum Warahma-tullahi Wabarakatu (3X)
Oooo …… risininna hadere!
Pada maini kisorongngi lanro aleta nennia lisena lanro aleta lao ri to maddempu rampué iyanaritu Puang Allahu Taala. Nasaba de’gaga pakkulleta lesseriwi abala maeloé manggolo ri aleta enrengngé de’ to gaga amawatangetta mappogau’ gau’ adecengeng sangnga-dinna elo ullena manemmi to madampu rampuede iyanaritu Puang Allahu Taala....
Bersambung.... Maccera’ Tasi’: Ritual Leluhur di Tana Luwu (Bagian 3) - Arung Tana Luwu (arungsejarah.com)
Sebelumnya.... Maccera’ Tasi’: Ritual Leluhur di Tana Luwu (Bagian 1) - Arung Tana Luwu (arungsejarah.com)