Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Kitab Galigo, Warisan Dunia dari Tana Luwu (3)

TANALUWU.ARUNGSEJARAH.COM -  Kitab Galigo, Warisan Dunia dari Tana Luwu (3), Luwu, Kabupaten Luwu, Kerajaan Luwu, Kedatuan Luwu, La Galigo, Kitab Galigo, Sureq Galigo, Andi Maradang Makkulau, La Maradang Mackulau, Datu Luwu, 23 Januari 1946 Perlawanan Rakyat Luwu, Masamba Affair, Idwar Anwar, Novel La Galigo, Belanda, Matthes, Sirtjo Koolhof, Luwu Regency, Afdeeling Luwu, Afdeling Luwu, Istana Luwu, Langkanae, Tari Luwu, Tari Pajaga, Suku di Luwu, Wotu, Mengkoka, Bugis, Limolang, Bare'e, Rongkong, Bua, Ponrang, Masamba, Bunga-bunganna Masamba, Tomakaka, Arung, Makole Baebunta, Kecamatan di Luwu, Palopo, Luwu Utara, Luwu Timur, Simpurusiang, Islamisasi di Luwu, Masuknya Islam di Luwu, Kapan Luwu Terbentuk, Tana Luwu, Wanua Mappatuo Naewai Alena, Maccae ri Luwu, To Ciung, Andi Jemma, Andi Djemma, Terjemahan La Galigo, Transkrip La Galigo, Sejarah Kedatuan Luwu, Sejarah Luwu, Budata Luwu, Bahasa di Luwu, Asal usul nama Kerajaan Luwu, Luwu Kerajaan Tertua, Mesjid Tua Palopo, Mesjid Jami Palopo, Silsilah Raja Luwu, Daftar raja Luwu, Luwu suku apa?, luwu dalam revolusi,
Isi naskah La Galigo yang tersimpan di Museum Zeeuwse Bibliotheek, Nedherland. Naskah ini merupakan salah satu dari dua naskah La Galigo yang bergambar. 
TANALUWU.ARUNGSEJARAH.COM -  Kitab Galigo, Warisan Dunia dari Tana Luwu (2)

DI Gorontalo juga terdapat cerita yang menyatakan hubungan raja di sana dengan Sawérigading melalui perkawinan Wé Tenri Rawe (sepupu Sawérigading) dengan raja setempat. Demikian pula halnya dengan raja-raja di Sulawesi Tenggara.

- Tradisi ketiga berupa legenda etiologis yang menghubungkan tokoh Galigo, khususnya Sawéri-gading dengan benda-benda alam atau peninggalan sejarah yang terdapat pada beberapa tempat, baik yang berbahasa Bugis maupun yang berbahasa lain. 

Seperti Bulu’ Poloé (Gunung Belah) di daerah Malili disebutkan sebagai bekas tertimpah pohon Wélenréng yang ditebang untuk dibuat perahu oleh Sawérigading. Batu cadas yang terdapat di daerah Cérékang yang banyak diambil untuk batu asah, dianggap sebagai kulit bekas teraan pohon Wélenréng. 

Di gunung Kandora daerah Mangkéndé’, Tana Toraja terdapat sebuah batu yang dianggap penjelmaan Wé Pinrakati (Pinda-kati), istri Sawérigading yang meninggal dalam keadaan hamil yang dijemput oleh Sawérigading dari puya (alam arwah). Setiba kembali di bumi ia melahirkan seorang anak perempuan yang bernama Jamallomo. Anak tersebut kemudian menjelma menjadi batu. 

Gunung batu di daerah Bamba-puang (Enrekang) yang dari jauh tempat seperti anjungan perahu, dianggap sebagai perahu Sawéri-gading yang karam dan telah menjadi batu. 

Nekara besar yang terdapat di Bonto Bangung (Selayar) dianggap sebagai gong Sawérigading yang selalu dibawanya berlayar dan dibunyikan setiap hendak mema-suki suatu pelabuhan. 

Demikian pula dengan keping-an perahu yang terdapat di daerah Bonto Te’ne, juga dianggap sebagai kepingan perahu Sawéri-gading. 

Di daerah Ara (Bulukumba) juga terdapat cerita bahwa keah-lian mereka membuat perahu diperoleh dari nenek moyang mereka yang berhasil merekon-struksi kepingan perahu Sawéri-gading yang terdampar di daerah tersebut. 

Di daerah sekitar tepi pantai Ujung Rangas (kira-kira 4 km utara kota Majene) terdapat sebuah batu dengan tanda yang menyerupai bekas kaki kiri. Oleh masyarakat setempat dipercaya sebagai bekas kaki Sawérigading bersetumpu ketika hendak naik ke langit menemui Patoto’é, neneknya. 

Gunung Kavole yang terdapat di daerah Balaroa, Palu oleh masyarakat setempat dianggap sebagai perahu Sawérigading yang tertelungkup dan telah menjadi tanah. 

Di daerah Parigi, tepatnya di Tana Bangkala’, tanahnya ber-warna kuning, bersih dan tidak ditumbuhi oleh apapun dan di dekatnya terdapat pohon asam. Menurut cerita masyarakat setempat, bahwa di tempat itu Sawérigading pernah menyabung ayam.

Sure’ Galigo dengan tiga wujud tradisinya seperti yang disebutkan di atas belum menyebutkan semua cerita yang termuat dalam Sure’ Galigo. Tetapi telah menampilkan bagian terpenting dari cerita tersebut dengan latar belakang bahasa yang berbeda meliputi seluruh Sulawesi; Gorontalo di sebelah utara, Selayar di sebelah selatan, Buton di sebelah timur, dan Mandar di sebelah barat, bahkan juga berkaitan dengan beberapa daerah Melayu.

Jika ketiga bentuk tradisi tersebut diperbandingkan, akan tampak dengan jelas bahwa cerita berangkai itulah yang menjadi sumbernya. Kronik-kronik seperti dikemukakan di atas, hanya menunjuk kepada zaman yang mendahuluinya, yaitu zaman Galigo atau menyebutkan salah seorang tokoh Galigo sebagai peletak dasar kerajaan mereka.

Tetapi cerita itu hanya terdapat pada wilayah kekuasaan Luwu atau daerah yang berbahasa Bugis saja. Dengan melihat kenyataan tersebut, dapat disimpulkan bahwa Luwu adalah sebuah kedatuan yang besar, makmur, disegani atau menduduki tempat yang tinggi dalam pandangan mereka, bahkan mungkin juga diakui kekuasaannya oleh beberapa daerah bersangkutan. Cerita Galigo tidak akan mungkin tersebar luas, seandainya Luwu hanya kedatuan yang kecil, miskin, lemah dan tidak berwibawa. 

Bersambung.... Kitab Galigo, Warisan Dunia dari Tana Luwu (4) - Arung Tana Luwu (arungsejarah.com)

Sebelumnya.... Kitab Galigo, Warisan Dunia dari Tana Luwu (2) - Arung Tana Luwu (arungsejarah.com)

Sumber: Ensiklopedi Kebudayaan Luwu - Pustaka Sawerigading