Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Kitab Galigo, Warisan Dunia dari Tana Luwu (2)

TANALUWU.ARUNGSEJARAH.COM -  Kitab Galigo, Warisan Dunia dari Tana Luwu (2), Luwu, Kabupaten Luwu, Kerajaan Luwu, Kedatuan Luwu, La Galigo, Kitab Galigo, Sureq Galigo, Andi Maradang Makkulau, La Maradang Mackulau, Datu Luwu, 23 Januari 1946 Perlawanan Rakyat Luwu, Masamba Affair, Idwar Anwar, Novel La Galigo, Belanda, Matthes, Sirtjo Koolhof, Luwu Regency, Afdeeling Luwu, Afdeling Luwu, Istana Luwu, Langkanae, Tari Luwu, Tari Pajaga, Suku di Luwu, Wotu, Mengkoka, Bugis, Limolang, Bare'e, Rongkong, Bua, Ponrang, Masamba, Bunga-bunganna Masamba, Tomakaka, Arung, Makole Baebunta, Kecamatan di Luwu, Palopo, Luwu Utara, Luwu Timur, Simpurusiang, Islamisasi di Luwu, Masuknya Islam di Luwu, Kapan Luwu Terbentuk, Tana Luwu, Wanua Mappatuo Naewai Alena, Maccae ri Luwu, To Ciung, Andi Jemma, Andi Djemma, Terjemahan La Galigo, Transkrip La Galigo, Sejarah Kedatuan Luwu, Sejarah Luwu, Budata Luwu, Bahasa di Luwu, Asal usul nama Kerajaan Luwu, Luwu Kerajaan Tertua, Mesjid Tua Palopo, Mesjid Jami Palopo, Silsilah Raja Luwu, Daftar raja Luwu, Luwu suku apa?, luwu dalam revolusi,
Isi naskah La Galigo yang tersimpan di Museum Zeeuwse Bibliotheek, Nedherland. Naskah ini merupakan salah satu dari dua naskah La Galigo yang bergambar. 
TANALUWU.ARUNGSEJARAH.COM -  Kitab Galigo, Warisan Dunia dari Tana Luwu (2)

SURE' Galigo merupakan karya sastra yang memiliki kompleksitas alur cerita yang luar biasa, serta banyak-nya menampilkan tokoh di mana satu tokoh kadang memiliki nama yang beragam. Maka, untuk memahami kompleksnya alur cerita dan sering-nya berubah-ubah nama tokoh, kita haruslah terlebih dahulu memahami pula alur cerita Galigo dalam strukturnya secara keseluruhan, dari episode ke episode yang lain. Dan ini bukan pekerjaan mudah. 

Naskah Sure’ Galigo sebagai suatu karya sastra yang berisi cerita berangkai ditemukan pada beberapa perpustakaan, baik di Indonesia maupun di Eropa atau yang masih dimiliki oleh pribadi masyarakat di Sulawesi Selatan. Naskah tersebut ditulis pada kertas dan hanya beberapa naskah saja yang ditulis pada daun lontar, semuanya meng-gunakan aksara lontara’. 

Alur ceritanya berawal pada waktu penguasa di Boting Langi’ (dunia atas/langit) dan Pérétiwi (dunia bawah) sepakat untuk mengisi Alé Kawa atau Alé Lino (dunia tengah) yang masih kosong dengan mengirim anak mereka untuk menjadi peng-huni dan penguasa di sana. 

Secara garis besar, cerita dalam Galigo dapat dibagi tiga bagian, yaitu:

- Tradisi pertama, yaitu ketika diturunkannya Batara Guru (anak sulung lelaki Patoto’é bersama Datu Palinge’) ke Alé Kawa. Dialah yang membentuk gunung, hutan dan sungai yang disusul dengan penjelmaan berbagai jenis tum-buhan termasuk padi. Dari Pérétiwi dimunculkan Wé Nyili’ Timo’ (anak sulung Guru Riselle’ ber-sama Sinau’ Toja). Batara Guru diturunkan di atas gelegar bambu, sementara Wé Nyili’ Timo dimu-ncul-kan bersama usungan ken-cana di tengah buih; masing-masing datang dengan pengiring-nya. 

Kisah berikutnya adalah periode Batara Lattu’ (anak Batara Guru dan Wé Nyili’ Timo), bermula pada saat ia dilahirkan. Ia dibesarkan dengan berbagai rangkaian upacara hingga ia kawin dan beranak. Istrinya bernama Wé Datu Sengngeng, berasal dari Tompo’ Tikka’. 

Kedua pasangan tersebut kemudian melahirkan anak kembar emas (dinru ulaweng),seorang laki-laki yang diberi nama Sawéri-gading dan seorang perempuan yang diberi nama Wé Tenri Abeng. Pada episode berikutnya didominasi oleh kisah Sawérigading dari kecil sampai ia dewasa dan mengembara ke seluruh pelosok Kedatuan Luwu, serta berbagai negara asing, termasuk Boting Langi’, Pérétiwi dan negeri roh.

Sawérigading kemudian jatuh cinta pada saudara kembarnya dan ingin mengawininya, tetapi ia tidak diperkenankan oleh orang tuanya. Wé Tenri Abeng (saudara kembarnya), menyarankan kepadanya supaya berlayar ke negeri Cina untuk menga-wini I Wé Cudai.

Pada akhirnya Sawérigading pulang ke Luwu menghadiri perte-muan keluarga besarnya. Kisah tersebut berakhir dengan melun-curnya Sawérigading ke Pérétiwi bersama perahu dan segala isinya. Ia pun menetap di sana menggan-tikan neneknya. Adapun I La Galigo, anak Sawérigading bersa-ma tokoh lainnya hanya berfungsi sebagai tokoh bawahan.

- Tradisi kedua berupa awal berbagai kronik dan silsilah. Ada yang hanya menyebutkan secara singkat, bahwa sesudah keturunan yang tersebut dalam Galigo kembali semua ke langit, maka terjadilah kekacauan di mana-mana yang dikenal dengan istilah sianré baléi taué (manusia saling memakan seperti ikan), seperti yang terdapat pada kronik Soppeng dan Bone. 

Pada silsilah raja Luwu yang diterbitkan oleh Matthes tidak disebutkan tokoh Galigo kecuali jika Simpurusiang sebagai manurung dianggap sebagai anak Wé Tenri Abeng bersama Remmang Ri Langi’. 

Sementara dalam Silsilah Melayu dan Bugis yang diterbitkan oleh Raja Ali Haji, disebutkan beberapa tokoh Galigo mulai dari Datu Palingé hingga La Tatta (La Tenritatta) anak I La Galigo. Dalam Sejarah Goa yang disusun oleh Abd. Razak Daeng Patunruk juga menyebutkan Batara Guru sebagai datu pertama pada periode awal Kedatuan Luwu. 

Di Sulawesi Tengah terdapat pula cerita yang menya-takan bahwa nenek moyang Raja Sigi, Pangi, Wotu dan Toyo bersaudara dengan Sawérigading. 

Di Gorontalo juga terdapat cerita yang menyatakan hubungan raja di sana dengan Sawérigading melalui perkawinan Wé Tenri Rawe (sepupu Sawérigading) dengan raja setempat. Demikian pula halnya dengan raja-raja di Sulawesi Tenggara.

Bersambung.... Kitab Galigo, Warisan Dunia dari Tana Luwu (3) - Arung Tana Luwu (arungsejarah.com)

Sebelumnya.... Kitab Galigo, Warisan Dunia dari Tana Luwu (1) - Arung Tana Luwu (arungsejarah.com)

Sumber: Ensiklopedi Kebudayaan Luwu - Pustaka Sawerigading