Andi Attas, Tokoh Masamba Affair 1949
Ilustrasi Monumen Masamba Affair |
TANALUWU.ARUNGSEJARAH.COM - Andi Attas, Tokoh Masamba Affair 1949.
Andi Attas. Andi Attas Opu Palempang Walenrang adalah kepala distrik dan pimpinan tertinggi pemuda Walenrang. Andi Attas juga adalah salah seorang pimpinan Pemuda Istimewa PRI yang melakukan latihan militer di Bibang. Para pemuda dilatih oleh para bekas Heiho dari Jawa seperti Raden Sojono, Raden Husen, dan Raden Selamet.
Pada tanggal 25 Oktober 1945, Andi Attas memimpin pemuda Walenrang melakukan perampasan senjata Jepang di gedung Furukawa, sebuah Firma Jepang. Dalam aksi itu, Andi Attas bekerjasama dengan kesatuan pemuda kota Palopo.
Selama masa perjuangan, Andi Attas memimpin pemuda dalam banyak pertempuran, antara lain pertempuran di Batu Sitanduk, Lelong, Pombakka, Salu Bongko, dan lain-lain.
Setelah pembentukan PKR pada tanggal 1 Maret 1946, Andi Attas ditunjuk sebagai Komandan Batalion B Walenrang merangkap sebagai Komandan ex Divisi PKR di Sektor Barat.
Andi Attas bersama pasukannya yang berjumlah 40 orang melakukan gerakan perlawanan di sekitar Lamasi- Sektor Barat. Namun perjuangannya agak melemah setelah mengetahui Benteng Batu Pute dikuasai oleh Belanda dan Datu serta pengikutnya tertangkap.
Demi mempertahankan tanah Luwu, ia kembali melakukan perlawanan di daerah Masamba dan sekitarnya. Tapi lagi-lagi hal itu sia-sia, ia bersama beberapa pasukannya tertangkap dan diadili kemudian dijebloskan ke panjara di Masamba. Ia sendiri dijatuhi hukuman 14 tahun penjara.
Sementara dalam penjara, Andi Attas tetap melakukan komunikasi merancang perlawanan terhadap Belanda dengan selalu berhubungan dengan orang lain. Ia bebas keluar masuk penjara karena kedudukan-nya sebagai pemimpin dan juga masih memiliki darah kebangsawanan (kepala distrik Walenrang).
Salah seorang yang sering berhubungan dengannya adalah Andi Baso Rahim. Rencana yang mereka laksanakan adalah penyamaran Andi Baso Rahim sebagai kelompok sandiwara yang menghibur masyarakat.
Rombongan sandiwara itu tiba di Masamba pada akhir bulan Mei 1949, dan langsung mengadakan kontak dengan Andi Attas. Dalam pertemuan dengan Andi Baso Rahim tersebut, Andi Attas meminta disediakan senjata.
Kegiatan yang dilakukannya dalam penjara selain menyusun kekuatan untuk memberontak ialah melatih anggotanya teknik berkelahi tangan kosong dan latihan merebut senjata bersama dengan Daeng Sisila. Kegiatan ini mengingatkannya pada serangan yang dilakukan oleh pemuda-pemuda PRI yang meram-pas senjata-senjata Jepang di Walenrang (sekitar 15 km dari kota Palopo) di mana ia bertindak sebagai pemimpin.
Ketika Masamba Affair meletus, Andi Attas terkepung oleh tentara Belanda di daerah Sassa yang mengakibatkan terjadinya kontak senjata. Namun ia berhasil menyelamatkan diri dengan me-nyeberang ke Songka (sekitar 5 km dari kota Palopo sekarang) meng-gunakan perahu nelayan.
Andi Attas juga pernah mengadakan kerjasama dengan anggota Badan Nasional Indonesia ketika peristiwa Masamba Affair terjadi. Adapun PKR terakhir yang dipimpinnya bermarkas di Latuppa. Di sini ia jarang sekali melakukan tindakan penyerangan lagi. Ia hanya berpusat merevisi kekuatan untuk perjuangan yang belum selesai.
Karena kedekatan dan kesetiaan-nya terhadap perjuangan Datu Andi Jemma, Andi Jelling, saingan Andi Jemma (masih ada hubungan keluarga dengan Datu) menaruh dendam padanya. Sehingga Andi Jelling mengeluarkan maklumat bahwa barang siapa yang berhasil menangkapnya bersama Hamid Daeng Sisila dalam keadaan hidup atau mati, maka orang tersebut akan mendapatkan imbalan sebuah mobil Jeep dan uang tunai sebanyak f 30.000,-.
Setelah lama bersembunyi dalam hutan, akhirnya Andi Attas beserta pasukannya dijemput di hutan oleh Komisi Militer setelah perkembangan politik yang semakin membaik di Indonesia pasca Konferensi Meja Bundar (KMB).
Atas prakarsa Batjo Tadjuddin (perwakilan seluruh pandu di Luwu) yang mengajukan permohonan kepada rombongan Komisi Militer agar semua orang bekas tahanan politik seharusnya diintegrasikan kedalam tentara RIS, maka Andi Attas kemudian dikirim ke Jakarta dan ditempatkan pada Markas Besar Angkatan Darat (MBAD) dan diangkat menjadi perwira TNI. Sedangkan anak buahnya direkrut di asrama Pandang-pandang Sungguminasa dan kemudian dilanjutkan ke sekolah kader Infanteri di Pare-pare.
Sumber: Ensiklopedi Sejarah Luwu; Perang Kota, Perlawanan Rakyat Luwu 23 Januari 1946; Sejarah Luwu, Catatan Ringkas Sejarah Luwu Sebelum Kemerdekaan; Jejak Suara Rakyat, Menelusuri Sejarah DPRD Kota Palopo.