Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Abdul Kahar Muzakkar, Pejuang Masa Revolusi yang Memberontak

TANALUWU.ARUNGSEJARAH.COM -  Abdul Kahar Muzakkar / Abdul Qahhar Mudzakkar Abdul Kahar Muzakkar, Pejuang Masa Revolusi yang Memberontak, Ensiklopedi Sejarah Luwu; Perang Kota, Perlawanan Rakyat Luwu 23 Januari 1946; Sejarah Luwu, Catatan Ringkas Sejarah Luwu Sebelum Kemerdekaan; Jejak Suara Rakyat, Menelusuri Sejarah DPRD Kota Palopo, TANALUWU.ARUNGSEJARAH.COM -   Andi Ahmad Opu Toaddi Luwu, Bangsawan Pejuang Pemuda Progresif, Luwu, Kabupaten Luwu, Kerajaan Luwu, Kedatuan Luwu, La Galigo, Kitab Galigo, Sureq Galigo, Andi Maradang Makkulau, La Maradang Mackulau, Datu Luwu, 23 Januari 1946 Perlawanan Rakyat Luwu, Masamba Affair, Idwar Anwar, Novel La Galigo, Belanda, Matthes, Sirtjo Koolhof, Luwu Regency, Afdeeling Luwu, Afdeling Luwu, Istana Luwu, Langkanae, Tari Luwu, Tari Pajaga, Suku di Luwu, Wotu, Mengkoka, Bugis, Limolang, Bare'e, Rongkong, Bua, Ponrang, Masamba, Bunga-bunganna Masamba, Tomakaka, Arung, Makole Baebunta, Kecamatan di Luwu, Palopo, Luwu Utara, Luwu Timur, Simpurusiang, Islamisasi di Luwu, Masuknya Islam di Luwu, Kapan Luwu Terbentuk, Tana Luwu, Wanua Mappatuo Naewai Alena, Maccae ri Luwu, To Ciung, Andi Jemma, Andi Djemma, Terjemahan La Galigo, Transkrip La Galigo, Sejarah Kedatuan Luwu, Sejarah Luwu, Budata Luwu, Bahasa di Luwu, Asal usul nama Kerajaan Luwu, Luwu Kerajaan Tertua, Mesjid Tua Palopo, Mesjid Jami Palopo, Silsilah Raja Luwu, Daftar raja Luwu,

TANALUWU.ARUNGSEJARAH.COM -  Abdul Kahar Muzakkar / Abdul Qahhar Mudzakkar Abdul Kahar Muzakkar, Pejuang Masa Revolusi yang Memberontak.

ABDUL Kahar Muzakkar / Abdul Qahhar Mudzakkar lahir di desa Lanipa (Palopo, Sulawesi Selatan) pada tanggal 24 Maret 1921. Ia Lahir tanpa nama yang jelas. Ayahnya bernama Malinrang. Masa kecilnya dihabis-kan dengan kesenangan bermain domino. Sehingga dia dikenal dengan nama La Domeng. Masa kanak-kanaknya diwarnai dengan kegemaran beradu jotos. Anehnya, disemua perkelahian dan perlagaan, La Domeng selalu  tampil sebagai pemenang.

Setelah menamatkan pendidikan di  Sekolah Rakyat, La Domeng merantau ke Solo. Di tanah Jawa, La Domeng menjadi santri di sekolah Muallimin, sebuah sekolah yang dikelola oleh Muhammadiyah. Di sekolah barunya ini La Domeng menjadi manusia misterius karena namanya yang agak aneh di telinga orang Jawa. Namun seperti di kampung halamannya, La Domeng kembali menjadi bintang, utamanya karena sifat ketegasan dan kejantanannya.

Karena sifat tegas dan teguh pendiriannya, ia disenangi oleh kawan-kawannya sesama santri. Di sanalah La Domeng mengganti namanya menjadi Abdul Kahar Muzakkir, sesuai dengan nama salah seorang gurunya. Oleh salah seorang kawan dekatnya, Suleman Habib mengusulkan agar Muzakkir diganti menjadi Muzakkar. Karena menurutnya sesuai dengan watak dan sifat La Domeng yang keras, jantan, dan teguh pendirian. Maka resmilah La Domeng menjadi Abdul Kahar Muzakkar.

Usai menamatkan pendidikan di Jawa, Kahar Muzakkar kembali ke Sulawesi. Setibanya di Sulawesi, Jepang sudah mendarat. Karena kebenciannya pada penjajah Belanda, Kahar menaruh harapan besar pada Jepang, bahkan sempat bekerja pada sebuah instansi Jepang pada tahun 1943. Namun kebencian-nya pada feodalisme dan penjajahan membuat Kahar kerap berurusan dengan pemerintah. Kahar sering melakukan perlawanan terhadap pemerintah di daerahnya. Karena sikap nonkooperatifnya itulah, Kahar dihukum “ipaoppangi tana” oleh Hadat Luwu. Hukuman tersebut mengharuskan Kahar meninggalkan kampung halamannya. Ia kembali ke tanah Jawa, tepatnya Solo. Ketika akan meninggalkan Sulawesi itulah, Kahar bersumpah untuk mengusir penjajah dari nusantara.

Di Solo, Kahar menghimpun kekuatan untuk melawan penjajah. Ia membuka sebuah toko yang digunakan sebagai markas per-gerakan untuk kemerdekaan Indonesia.

Setelah proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945, Kahar Muzakkar hijrah ke Jakarta bersama kawan seperjuangannya. Di Jakarta, ia mendirikan organisasi Pergerakan Pemuda Sulawesi. Sejak itulah Kahar Muzakkar resmi menjadi musuh utama kaum penjajah.

Ketika Rapat Raksasa di lapangan Ikada tanggal 19 September 1945 berlangsung, massa mendesak Bung Karno dan Bung Hatta untuk berpidato. Namun kedua pimpinan besar revolusi itu tidak bisa lolos dari kurungan bayonet tentara Jepang. Puluhan ribu barisan pemuda dan rakyat tak bergeming. Tidak ada yang berani membebaskan kedua pimpinan besar itu karena berada dalam kepungan tentara Jepang dengan bayonet terhunus dan senjata terkekang.

Maka di saat yang genting itu, tampillah Kahar Muzakkar. Dengan golok terhunus, Kahar Muzakkar mendesak tentara bayonet Jepang tersebut. Melihat keberanian dan kenekatan Kahar Muzakkar, tentara Jepang dengan senjata terhunus menjadi ciut nyalinya. Mereka mundur teratur. Akhirnya Bung Karno dan Bung Hatta dapat berbicara di depan massa ketika itu.

Keberanian dan keperkasaan Kahar Muzakkar itu agaknya melekat di hati Bung Karno. Sejak itu nama Kahar Muzakkar terngiang di telinga sang pemimpin besar Indonesia. Keberanian ditambah kecerdasan itulah yang mengantar karier militer Kahar Muzakkar meroket. Dialah putera Sulawesi pertama yang berpangkat Letnan Kolonel. Namun takdir berbicara lain. Ketika semua anak buah Kahar menikmati kedudukan penting di daerahnya, justru Kahar dianggap pemberontak yang harus dimusnah-kan. Kisah hidup dan perjuangan yang begitu dramatis membekas hingga hari ini.

Akhir tahun 1939, ia menikah dengan seorang wanita Solo (bercerai tahun 1950). Dari perkawinannya ini lahir 6 orang anaknya. Tahun 1948, kembali ia menikah dengan Corrie van Stenus, salah seorang wanita berkebangsaan Jerman di Klaten. Dari perkawinan-nya ini lahir 6 orang anak juga. 

Tahun 1945, Kahar membentuk Gerakan Pemuda Indonesia Sulawesi, yang merupakan organi-sasi utama Kebaktian Rakyat Indonesia Sulawesi (KRIS). Desember 1945, atas izin Markas Besar Angkatan Darat (MBAD) Kahar membebaskan 800 orang tahanan dari luar Jawa, yang umumnya berasal dari Sulawesi di Nusa Kambangan. Tahanan itu kemudian dibentuknya menjadi BKI. Barisan BKI ini kelak menjadi pengawal utama Soekarno, ketika pindah ke Yogyakarta.

Pada tanggal 24 April 1946, dibentuk Tentara Republik Indonesia Persiapan Sulawesi (TRI-PS). Kahar menjadi komandannya. Wakilnya adalah Andi Mattalatta. Kepala Staf dijabat Saleh Lahade. Tujuan pembentukan TRI-PS ini untuk melatih pasukan yang akan dikirim membantu perjuangan rakyat Sulawesi. Pada bulan Mei 1946, Kahar menjadi Staf Biro Perjuangan yang dibentuk oleh Kementerian Pertahanan. Tujuannya mengendali-kan pasukan non reguler.

Pada bulan Juni 1950, Kahar dikirim ke Makassar oleh Kolonel Bambang Supeno untuk membantu menyelesaikan persoalan gerilyawan. Bulan Juli 1950, Kesatuan Gerilya Sulawesi Selatan (KGSS) menuntut kepada pemerintah pusat agar mereka diberi pengakuan sebagai TNI Divisi Hasanuddin di bawah Komando Letnan Kolonel Abdul Kahar Muzakkar. Kahar kemudian masuk hutan bersama para gerilyawan KGSS.

Pada tanggal 24 Maret 1951, Kahar dilantik sebagai komandan Corps Tjadangan Nasional (CTN)/Persiapan Brigade Hasanuddin. Perkiraan jumlah pasukan yang keluar dari hutan bersama Kahar ketika itu sebanyak 6.000 orang. Belum lagi yang menjadi tanggung jawab BRN sekitar 10.000 orang.
Pada bulan Agustus 1951, Kahar bersama anggotanya di CTN kecewa atas sikap pemerintah pusat. Akhirnya CTN yang sedianya dilantik menjadi TNI di lapangan Karebosi 17 Agustus 1951 itu tidak ada yang datang. Para pasukan CTN menuntut agar mereka diakui sebagai TNI dalam Brigade Hasanuddin dan mengangkat Kahar Muzakkar sebagai Komandan Militer di Sulawesi Selatan. Tuntutan ini ternyata tidak dipenuhi. Maka para pasukan CTN di bawah komando Kahar Muzakkkar memilih masuk hutan menyelamatkan harga diri mereka, ketimbang harga tentara.

Pada bulan Meret 1952, KGSS/CTN diganti namanya menjadi Tentara Keamanan Rakyat (TKR). TKR ini terdiri dari beberapa Brigade, di antarnya Brigade Latimojong di bawah pimpinan Hamid Ali dan Usman Balo di kawasan Enrekang. Namun bulan Desember 1952, Usman Balo dan Hamid Ali berselisih dengan Kahar. Mereka berdua diusir oleh Kahar dari hutan.

Pada bulan Agustus 1953, Kahar Muzakkar menyatakan Sulawesi menjadi bagian Republik Islam Indonesia. Kahar diangkat menjadi Wakil Menteri Pertahanan RII. TKR diganti namanya menjadi Tentara Islam Indonesia (TII).

Pada tangal 18 Juli 1955, KH. Abd Rahman Ambo Dalle (Gurutta Ambo Dalle) diculik oleh pasukan Kahar di desa Belang-Belang Kab. Maros. Gurutta dibawa masuk hutan. Kemudian dijadikan guru agama serta diangkat menjadi Kepala Deputi (wakil Kepala Negara).

Pada bulan Oktober 1961, Kahar bertemu dengan Kolonel Yusuf, Panglima Kodam Sulselra di Bone Pute. Dalam perundingan empat mata tersebut, Kahar setuju kembali ke  pangkuan RI dengan sejumlah syarat. Pada tahun 1962, karena syaratnya merasa tidak terpenuhi, Kahar kembali masuk hutan melanjutkan perjuangannya. 

Ketenaran dan keberanian Kahar banyak diketahui oleh tokoh perjuangan Indonesia, di antaranya adalah Panglima Besar Jenderal Sudirman dan kedua tokoh Proklamator Indonesia. Hingga tak salah jika satu waktu, Sukarno menyerukan kepada Kahar untuk kembali ke pangkuan ibu pertiwi ketika ia dianggap melakukan sejumlah pemberontakan terhadap pemerintah yang sah. Dalam sebuah seruannya, Sukarno penah mengucapkan  “Anakku Kahar Muzakkar ………. Kembalilah ke Pangkuan Ibu-Pertiwi …… ke Pangkuan Republik Indonesia jang saudara turut serta memproklamirkannja dan pertahankan bersama hingga tertjapainja pengakuan kedaulatan Negara kita keluar dan kedalam”. 

Pihak RI akan memberikan Amnesti dan Abolisi kepada Kahar Muazakkar, jika ia telah sadar dan ingin kembali kepangkuan Republik Indonesia. Akhirnya, pada tanggal 3 Februari 1965, Kahar dikabarkan tertembak mati.

Sumber: Ensiklopedi Sejarah Luwu; Perang Kota, Perlawanan Rakyat Luwu 23 Januari 1946; Sejarah Luwu, Catatan Ringkas Sejarah Luwu Sebelum Kemerdekaan; Jejak Suara Rakyat, Menelusuri Sejarah DPRD Kota Palopo.