Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Abdul Kahar Muzakkar Ripaoppangi Tana oleh Kedatuan Luwu

TANALUWU.ARUNGSEJARAH.COM -  Abdul Kahar Muzakkar / Abdul Qahhar Mudzakkar Abdul Kahar Muzakkar Ripaoppangi Tana oleh Kedatuan Luwu, TANALUWU.ARUNGSEJARAH.COM -  Abdul Kahar Muzakkar / Abdul Qahhar Mudzakkar Abdul Kahar Muzakkar, Pejuang Masa Revolusi yang Memberontak, Ensiklopedi Sejarah Luwu; Perang Kota, Perlawanan Rakyat Luwu 23 Januari 1946; Sejarah Luwu, Catatan Ringkas Sejarah Luwu Sebelum Kemerdekaan; Jejak Suara Rakyat, Menelusuri Sejarah DPRD Kota Palopo, TANALUWU.ARUNGSEJARAH.COM -   Andi Ahmad Opu Toaddi Luwu, Bangsawan Pejuang Pemuda Progresif, Luwu, Kabupaten Luwu, Kerajaan Luwu, Kedatuan Luwu, La Galigo, Kitab Galigo, Sureq Galigo, Andi Maradang Makkulau, La Maradang Mackulau, Datu Luwu, 23 Januari 1946 Perlawanan Rakyat Luwu, Masamba Affair, Idwar Anwar, Novel La Galigo, Belanda, Matthes, Sirtjo Koolhof, Luwu Regency, Afdeeling Luwu, Afdeling Luwu, Istana Luwu, Langkanae, Tari Luwu, Tari Pajaga, Suku di Luwu, Wotu, Mengkoka, Bugis, Limolang, Bare'e, Rongkong, Bua, Ponrang, Masamba, Bunga-bunganna Masamba, Tomakaka, Arung, Makole Baebunta, Kecamatan di Luwu, Palopo, Luwu Utara, Luwu Timur, Simpurusiang, Islamisasi di Luwu, Masuknya Islam di Luwu, Kapan Luwu Terbentuk, Tana Luwu, Wanua Mappatuo Naewai Alena, Maccae ri Luwu, To Ciung, Andi Jemma, Andi Djemma, Terjemahan La Galigo, Transkrip La Galigo, Sejarah Kedatuan Luwu, Sejarah Luwu, Budata Luwu, Bahasa di Luwu, Asal usul nama Kerajaan Luwu, Luwu Kerajaan Tertua, Mesjid Tua Palopo, Mesjid Jami Palopo, Silsilah Raja Luwu, Daftar raja Luwu,

TANALUWU.ARUNGSEJARAH.COM -  Abdul Kahar Muzakkar / Abdul Qahhar Mudzakkar Abdul Kahar Muzakkar Ripaoppangi Tana oleh Kedatuan Luwu.

SETELAH peristiwa pemecatan dan pengusiran anggota-anggota Hadat Luwu (lihat, Ken Karikan Memecat Anggota Hadat Luwu), maka bergembiralah para kaki tangan Jepang baik yang berpangkat rendah maupun yang berpangkat tinggi. 

Mereka mulai merajalela, baik dalam urusan ekonomi maupun dalam kedudukan dan pangkat. Mereka tidak lagi memperdulikan norma-norma kemanusiaan dan batas-batas kesopanan. Mereka rela menginjak-injak adat istiadat demi memenuhi keinginannya. Saling memfitnah pun menjadi senjata untuk menghancur-kan lawan. Inilah yang menimpa Abdul Kahar Muzakkar.

Suatu hari terdengar berita yang mengejutkan, karena Abdul Kahar Muzakkar ditangkap oleh Harada dan dijebloskan ke dalam penjara. Kejadian tersebut membuat rakyat panik. Penangkapan yang berlatar balas dendam tersebut, rupanya telah diatur sebelumnya untuk mencelakakan Kahar. Kahar diperlakukan demikian, sebab orang Jepang yang selama ini selalu memberikannya tugas telah dipin-dahkan ke tempat lain.

Kahar ditangkap dengan tuduhan mencuri emas yang berada dalam brankas yang dipercayakan kepada-nya. Emas itu tersimpan di dalam brankas Nio Bun Tjeng seorang Tionghoa, seorang pemilik firma Belanda di Palopo. Brankas tersebut ternyata kosong sewaktu dibuka oleh Harada. Padahal Kahar hanya mendaftar barang-barang tersebut. Di dalam pemeriksaan, Andi Mappanyompa menegaskan, bahwa selama ia memegang kunci brankas tersebut, ia tidak pernah mem-berikannya kepada Kahar. 

Meski tidak ada bukti, namun Kahar tetap ditangkap dan dipenjarakan. Siang malam Kahar disiksa dengan pukulan dan didesak agar mengaku telah mengambil emas tersebut. Dan ia dijanji apabila mengaku, maka hukumannya akan diringankan. Akan tatapi, walau rasa sakit menimpa dirinya, Kahar tetap tidak mau mengaku. Bahkan dengan suara lantang ia mengatakan bahwa tuduhan yang ditujukan kepadanya adalah palsu dan bohong.

Keteguhan hati Kahar akan kebenaran ini juga dikemukakan oleh Wajong, seorang sipir penjara Palopo. Ia mengatakan pada wartawan Harian Pewarta Selebes yang berkunjung ke kantornya mencari berita-berita di penjara, bahwa Kahar adalah seorang lelaki jantan dan teguh pendirian. Wajong mengatakan, bahwa meskipun Kahar disiksa siang malam, ia tetap menolak berbagai tuduhan yang ditimpakan kepadanya.

Berita tentang panangkapan Kahar telah diketahui pula oleh orang di Makassar. Karena itu, orang-orang Jepang yang pernah kerjasama dengan Ogata yang memberi tugas kepada Kahar, merasa tersinggung. Terlebih mengetahui bahwa terjadi penyiksa-an terhadap Kahar. Karenanya orang-orang Jepang tersebut berusaha menyelidiki perkara yang menimpa Kahar. 

Dengan kerja keras, akhirnya pengkhianat tersebut dapat diketahui. Nio Bun Tjeng sendirilah yang menjadi biang keladinya. Ia tertangkap basah di dalam satu rumah di Van Schelleweg Makassar (Jl. Irian sekarang) bersama emas yang hilang itu. Dengan wajah pucat disertai keringat dingin yang mengalir di wajahnya, ia terpaksa mengaku, bahwa ia sendirilah yang mengambil emas dari dalam brankas dengan mempergunakan kunci palsu.

Setelah menemukan bukti bahwa bukan Kahar yang mengambil emas itu, Harada merasa begitu malu. Bahkan untuk mengangkat mukanya jika berjumpa dengan orang lain pun sangat sulit. Pamornya telah hilang, sebab penangkapan terhadap Kahar yang ia bangga-banggakan, ternyata hanya fitnah dan telah diatur sebelumnya. Karena tak bersalah, Kahar pun dibebaskan dari penjara oleh Harada atas perintah dari Makassar.

Meski demikian, Harada tidak menyerah begitu saja. Ia pun kemudian berusaha memperalat Hadat Luwu yang ketika itu tidak berdaya oleh tekanan pemerintah militer Jepang, untuk menghadap-kan Kahar di muka Pengadilan Hadat. Atas keputusan hadat, Kahar pun dijatuhi hukuman “ripaoppangi tana” yang artinya diasingkan dari bumi Luwu untuk seumur hidupnya.

Akibat hukuman adat tersebut, akhirnya Kahar bersama keluarga-nya terpaksa meninggalkan Palopo dan pindah ke Makassar. Beberapa lama kemudian, ia berangkat ke Jogjakarta. 

Adapun susunan Hadat yang memecat Kahar merupakan susunan Hadat yang dibentuk oleh Jepang atas hasutan kaki tangannya, setelah sebelumnya Ken Kanrikan memecat anggota Hadat yang dibentuk oleh Andi Jemma (lihat, Susunan Anggota Hadat Diganti Oleh Andi Jemma). Adapun susunan anggota Hadat tersebut yakni:

1.    Andi Baso Lanrang sebagai Opu Patunru,
2.    Andi Jelling sebagai Opu Pabbicara,
3.    Andi Kaso sebagai Opu Tomarilaleng, dan
4.    Andi Mappanyompa sebagai Opu Balirante (menggantikan Andi Pangiu yang meninggal).

Sumber: Ensiklopedi Sejarah Luwu