Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Tari Pajaga, Tari Tradisional Luwu (2)

TANALUWU.ARUNGSEJARAH.COM -  Tari Pajaga, Tari Tradisional Luwu, Luwu, Kabupaten Luwu, Kerajaan Luwu, Kedatuan Luwu, La Galigo, Kitab Galigo, Sureq Galigo, Andi Maradang Makkulau, La Maradang Mackulau, Datu Luwu, 23 Januari 1946 Perlawanan Rakyat Luwu, Masamba Affair, Idwar Anwar, Novel La Galigo, Belanda, Matthes, Sirtjo Koolhof, Luwu Regency, Afdeeling Luwu, Afdeling Luwu, Istana Luwu, Langkanae, Tari Luwu, Tari Pajaga, Suku di Luwu, Wotu, Mengkoka, Bugis, Limolang, Bare'e, Rongkong, Bua, Ponrang, Masamba, Bunga-bunganna Masamba, Tomakaka, Arung, Makole Baebunta, Kecamatan di Luwu, Palopo, Luwu Utara, Luwu Timur, Simpurusiang, Islamisasi di Luwu, Masuknya Islam di Luwu, Kapan Luwu Terbentuk, Tana Luwu, Wanua Mappatuo Naewai Alena, Maccae ri Luwu, To Ciung, Andi Jemma, Andi Djemma, Terjemahan La Galigo, Transkrip La Galigo, Sejarah Kedatuan Luwu, Sejarah Luwu, Budata Luwu, Bahasa di Luwu, Asal usul nama Kerajaan Luwu, Luwu Kerajaan Tertua, Mesjid Tua Palopo, Mesjid Jami Palopo, Silsilah Raja Luwu, Daftar raja Luwu, Luwu suku apa?, luwu dalam revolusi, potensi tana luwu, kerukunan keluarga luwu raya,
TANALUWU.ARUNGSEJARAH.COM -  Tari Pajaga, Tari Tradisional Luwu.

MASING-masing jenis jaga mem-punyai dua tingkatan, sehingga pajaga-nya pun terdiri dari dua golongan. Pajaga dari kaum perem-puan terdiri dari Pajaga Bone Balla (isi rumah), dan Pajaga Palili (pajaga biasa). Sedangkan pajaga untuk pria terdiri dari Pajaga Taulolo (orang muda) dan Pajaga Palili.

Pajaga Bone Balla dan Pajaga Taulolo adalah pajaga khusus yang terdiri dari kaum bangsawan. Bone Balla (isi rumah), maksudnya adalah kaum bangsawan tinggi Kedatuan Luwu yang tinggal dalam Langkanaé. 

Jadi Pajaga Bone Balla berarti penari yang terdiri dari keturunan bangsawan tinggi yang tinggal dalam lingkungan Langkanaé (istana); dan hanya boleh menari dalam lingkungan Langkanaé (istana Luwu). 

Baik Pajaga Bone Balla maupun Pajaga Taulolo tidak boleh menari di sembarang tempat, hanya boleh menari dalam lingkungan Langakanaé, pada pesta-pesta adat kedatuan atau di hadapan tamu agung kedatuan sebagai penghormatan. 

Sebaliknya, pajaga palili tidak boleh bermain dalam istana atau di hadapan tamu-tamu agung kedatuan.

Gerakan-gerakan pada Tari Jaga sangat halus dan tidak natural (gerakan tidak normal), dalam arti bahwa kaki kanan bergerak pada saat tangan kanan bergerak mengikuti irama gendang dan lagu. 

Gerakan ini sangat rumit dengan siklusnya yang cukup panjang. Para pajaga harus berkonsentrasi penuh agar gerakan-gerakan yang dilakukan dapat sesuai dengan musik yang mengiringinya. 

Setiap perubahan gerakan ditandai dengan irama musik tertentu yang disampaikan dengan sangat halus. Karena itu, Tari Jaga selain berfungsi sebagai hiburan, juga berfungsi sebagai sarana pendidikan dan latihan bagi calon pemimpin. 

Maksudnya, para pajaga yang merupakan calon pemimpin di masa depan mempunyai perasaan yang halus dan sensitif dalam menyikapi setiap gejala sosial yang timbul dalam masyarakat. 

Tari jaga dimainkan seirama dengan nyanyian dan bunyi gendang yang mengiringinya. Ketika Tari Jaga mulai dimainkan, hanya diiringi dengan irama nyanyian, setelah itu baru diikuti dengan irama gendang.

Penyanyi yang mengiringi setiap pelaksanaan Tari Jaga adalah seorang atau beberapa orang wanita yang dipilih yang mempunyai suara merdu dan dikenal dengan nama “indo’ pajaga”, tapi kadang-kadang yang menyanyi adalah pajaga itu sendiri.

Lagu yang dinyanyikan pada Tari Jaga berbeda-beda tergantung dari jenis jaga yang dimainkan. Di bawah ini ada beberapa contoh nyanyian jaga untuk perempuan, yaitu: Ininnawa mapatakko (Tenanglah wahai jiwa), Sulesana mapabongngo (Bijaksana tapi culas), Pawinru siwalié (Pembimbing yang tidak adil).

Berikut ini salah satu nyanyian yang dinyanyikan pada waktu ditarikannya Tari Jaga Pisolaja:

Tinulu melekku ronnang

bete patala pinceng

nabetae lebba

Artinya:

Kasihku tadinya nan patuh

hancur bagai piring 

karena kecewa

Nama-nama untuk setiap jenis jaga hanya terdiri dari satu kata saja, tetapi mempunyai kandungan makna yang dalam. Lagu-lagu yang dinyanyikan pada Tari Jaga, menyampaikan makna dengan sangat halus tetapi mendalam. 

Dari kandungan makna nyanyian tersebut menunjukkan bahwa Tari Jaga bukan saja mempunyai nilai seni yang tinggi tetapi juga menunjukkan ketinggian budi orang Luwu. 

Tari Jaga banyak mengandung pesan-pesan sosial seperti, bagaimana seorang pajaga mempunyai budi pekerti yang baik, peringatan kepada manusia untuk berhati-hati dalam hidup dan menginsafi segala kesalahan-kesalahan yang pernah diperbuat; terutama perbuatan seorang laki-laki yang menyia-nyiakan istrinya, seperti yang diungkapkan pada lagu di atas. 

Pada syair lagu itu sangat jelas digambarkan bagaimana penderitaan seorang istri lantaran kecewa oleh janji dan sumpah seorang laki-laki yang tidak bertanggung jawab.

Seorang pajaga dalam melakukan tariannya harus berpakaian rapi, yaitu memakai pakaian adat yang terdiri dari:

1. Lipa sabbé (sarung sutera), 

2. Waju pokko, yaitu baju pendek yang terbuat dari kain sutera yang tipis,

3. Subang, yaitu perhiasan yang terbuat dari emas yang digan-tungkan di telinga,

4. Dua buah sambang yang bentuknya bundar atau bundar bersegi-segi yang digantungkan pada sebelah dalam dari waju pokko; satu dipasang di depan (pada bagian perut) dan satu di bagian belakang (pinggang) pajaga,

5. Bunga simpolong, yaitu kembang sanggul yang dibuat sangat indah.

6. Sebuah kipas untuk masing-masing pajaga yang dibuat oleh orang Luwu sendiri.

Warna baju untuk pajaga perem-puan ada tiga macam, yaitu hijau, lango-lango (merah muda), dan kamummu (lembayung/ungu). Waju pokko yang berwarna hijau dan lango-lango khusus dipakai oleh pajaga perempuan yang statusnya masih gadis. 

Sedangkan pajaga perempuan yang sudah kawin memakai waju pokko yang berwarna kamummu dan terbuat dari kain yang tebal.

Di samping itu, ada juga jenis pakaian pajaga yang disebut massam-pu atau massangiang. Yang dimaksud massampu/massangiang adalah pakaian yang sama warnanya; baju dan sarung yang dipakai menari mempunyai warna yang sama. 

Pakaian jenis ini hanya mempunyai dua warna yaitu hijau dan kamummu (ungu); dan hanya boleh dipakai oleh para pajaga yang berasal dari keturunan bangsawan tinggi, baik dari garis keturunan ibu atau bapak. 

Pajaga yang belum menikah, baik laki-laki maupun perempuan memakai massampu/massangiang yang berwarna hijau. Sedangkan pajaga yang sudah kawin, baik laki-laki maupun perempuan memakai pakaian massampu/massa-ngiang yang berwarna kamummu.

Demikian juga dengan subang (sejenis perhiasan wanita) hanya boleh dipakai oleh pajaga wanita yang berasal dari keluarga bangsawan, baik pada saat menari maupun dalam kehidupan sehari-hari. Terlebih lagi jika Tari Jaga hendak ditampilkan dalam lingkungan istana, maka semua pajaga yang hendak berpa-kaian massampu/massangiang harus benar-benar berasal dari keluarga bangsawan yang jelas asal-usul keturunannya. 

Biasanya, para pajaga yang hendak menari dalam lingku-ngan istana terlebih dahulu diperiksa kesesuaian pakaiannya dengan status sosialnya dalam masyarakat. Oleh sebab itu, tidak jarang ada pajaga yang ditanggalkan subang-nya sebelum menari, karena tidak jelas status kebangsawanannya. 

Dalam budaya masyarakat Luwu dahulu, tidak mudah bagi seorang laki-laki untuk melihat wajah seorang gadis secara langsung. Sehingga setiap pelaksanaan Tari Jaga dimanfa-atkan bagi kaum muda mudi untuk mencari jodoh. Hal ini jugalah yang menyebabkan sebuah pesta yang menampilkan tarian menjadi semakin ramai dan semarak.

Selanjutnya.... Tari Pajaga, Tari Tradisional Luwu (3) - Arung Tana Luwu (arungsejarah.com)

Sebelumnya.... Tari Pajaga, Tari Tradisional Luwu (1) - Arung Tana Luwu (arungsejarah.com)


Sumber: Ensiklopedi Kebudayaan Luwu - Pustaka Sawerigading