PNI Luwu Mendatangi Andi Baso Lanrang 1946
Ilustrasi |
DALAM keadaan yang semakin genting, setelah kemerdekaan Indonesia diproklamasikan, para pemuda dalam wadah PNI terus menerus melakukan konsolidasi dengan pihak kerajaan untuk mengawasi beberapa oknum bangsawan terkemuka yang nampak tidak memberikan respon positif terhadap kemerdekaan yang telah dicapai.
Saat itu, para pemuda melihat bahwa ada beberapa orang yang sibuk mempersiapkan dan menanti kembali kedatangan Belanda. Mereka yang sangat jelas yakni Andi Baso Lanrang, Andi Mangnguluang, dan Andi Asi (Andi Paruasi). Dan di antara ketiganya yang paling berbahaya adalah Andi Baso Lanrang.
Mengetahui tanggapan para bangsawan tersebut, Andi Jemma dengan bijaksana masih berusaha menyadarkan mereka yang kurang paham perubahan zaman yang terjadi ketika itu.
Dalam suatu rapat pengurus PNI, diputuskan bahwa semua tokoh penting yang diduga akan menjadi penghalang, didatangi dan diberi keterangan secara baik. Dalam rapat tersebut, M. Sanusi Dg. Mattata dan Andi Mangile ditugaskan menemui Andi Baso Lanrang yang merupakan bekas Tomarilaleng Luwu, seorang tokoh yang mempunyai pengaruh besar terutama di daerah Palopo selatan.
Didatanginya Andi Baso Lanrang, sebab pimpinan pemuda Luwu masih mempunyai harapan kepadanya, untuk ikut bersama pemuda dalam perjuangan. Jika ia mau ikut, maka satu penghalang bisa tersingkir dengan baik. Dan itu juga berarti bahwa pemuda dan pemerintah kerajaan mendapat tenaga yang penting dalam perjuangan.
Sanusi Daeng Mattata dalam bukunya "Luwu dalam Revolusi" menyebutkan bahwa pada bulan September, sekitar pukul 9 pagi, Sanusi mengunjungi rumah Andi Baso Lanrang yang terletak di belakang istana Datu. Ketika itu Andi Mangile berhalangan, dan akan datang kemudian.
Saat bertemu, keduanya terlibat diskusi. Saat Andi Baso Lanrang bertanya tentang tekat pemuda terhadap kemerdekaan, Sanusi memberi keterangan bawah Kemerdekaan bangsa Indonesia 100% tanpa syarat.
Adapun materi diskusi tersebut kurang lebih sebagai berikut:
Setelah mendengar pernyataan Sanusi, Andi Baso Lanrang pun menanggapi. “Memang banyak tokoh-tokoh yang terkemuka berpendapat bahwa semua orang menghendaki kemerdekaan, tapi mereka juga mengatakan bahwa untuk melawan Belanda yang sangat kuat itu, rasanya kita tidak mampu. Karenanya perbuatan itu mereka pandang suatu perbuatan yang sia-sia saja, membuang-buang percuma tenaga, harta dan jiwa,” ujar Andi Baso Lanrang.
“Tapi pendapat Opu sendiri bagaimana?” tanya Sanusi.
Mendengar pertanyaan ter-sebut, agak lama Andi Baso Lanrang terdiam, lalu menjawab, “Saya sendiri agak miring kepada pendapat itu, karena jika kita pikir lebih lanjut, masakan kambing dapat berlaga dengan kerbau jantan. Dan jika keduanya berlaga, pasti kambing remuk bukan?” Tapi jika pemuda memang telah mempunyai persenjataan yang agak setaraf dengan persenjataan Belanda, itu lain soalnya. Oleh sebab itu, apakah pemuda telah mempunyai senjata yang agak cukup?”
Sanusi tersenyum mendengar jawaban Andi Baso Lanrang. Ia pun lantas menjawab, “Pikiran yang demikian itu, sudah lama kami tahu.
Malah ada yang mengatakan, hanya orang bodoh saja dan gelap mata mau melawan Belanda, sebab untuk membuat sebilah jarum pun kita tidak mampu, apalagi sepucuk sena-pan. Pandangan dan pendapat itu, sekilas memang masuk akal, dan seakan-akan pendapat itu tidak salah lagi.
Padahal sebenarnya pendapat itu tidak dapat diterima oleh pikiran yang sehat. Pendapat itu hanya dapat diterima oleh orang-orang yang tidak mempunyai pandangan yang luas. Seperti saya sudah katakan, bahwa tujuan pemuda ialah kemerdekaan bangsa Indonesia. Kemerdekaan adalah hak yang suci pemberian Allah yang maha adil.
Mempertahankan hak adalah suatu tindakan keadilan. Sebaliknya, tidak ada hak tiap-tiap orang atau bangsa menjajah seorang atau bangsa lain. Penjajahan adalah paksaan dan perkosaan serta kelaliman. Jadi tidak ada hak Belanda menjajah kita.
Sebaliknya kita wajib membela hak kita jika diperkosa walaupun jiwa itu harus dikorbankan. Opu sendiri sering mengatakan kepada kami bahwa malu itu lebih tingi harganya dari pada jiwa, artinya jika kita dipermalukan orang, maka kita harus mati. Dengan lain perkataan, jika hak kita diinjak-injak orang, maka kita harus membelanya mati-matian.
Jadi jika kita menentang Belanda, maka tindakan itu adalah tindakan keadilan. Jadi senjata pemuda yang paling ampuh yang tak dapat dilawan oleh siapapun adalah keadilan. Walaupun berkumpul semua kekuatan di dunia ini, tak akan mampu menghancurkan keadilan itu, oleh karena keadilan itu adalah kepunyaan khalik, Tuhan yang mengadakan segala sesuatu di alam ini. Pemuda hanya membela hak dan keadilan, dan itulah senjata pemuda yang utama.
Dalam sejarah perkembangan bangsa-bangsa, tidak sedikit kekuatan raksasa yang hancur berhadapan dengan hak dan keadilan. Nabi Musa dihantam oleh Raja Fir’aun terus menerus dengan hebat, dan tentu Opu tahu, Raja Raksasa itu ditelan laut merah.
Fir’aun hancur karena berhadapan dengan hak dan keadilan. Dan tentu Opu lebih tahu, bahwa Belanda sendiri telah berjuang dalam masa 80 tahun lamanya, karena membela hak dan keadilan yang diperkosa oleh Spanyol jago lautan yang terkenal itu. Akhirnya Spanyol tunduk dan menyerah di hadapan hak dan keadilan.
Memang sepintas lalu, kekuasaan mereka yang berdasarkan kelaliman, terasa akan menang terus menerus. Misalnya, Jepang yang gagah perkasa, kelihatannya akan tetap di tanah air kita, oleh karena keberanian dan kekuatannya, tapi akhirnya Jepang hancur, karena maksud perangnya tidak berdasarkan keadilan, demikian pula Jerman. Jadi tentang senjata pemuda yang Opu tanyakan itu, rasanya Opu telah ketahui.”
Setelah beberapa lama diskusi, akhirnya And Baso Lanrang tidak bertanya lagi. Ia hanya mengatakan akan memikirkan hal tersebut baik-baik untuk kemudian menentukan sikap. Karenanya, Sanusi pun mohon diri untuk pulang. Sanusi juga kembali meminta agar Andi Baso Lanrang berpikir sungguh-sungguh dan tidak keluar dari persoalan hak dan keadilan.
Sewaktu Andi Mangile datang menemui Andi Baso Lanrang, beliau masih berpikir-pikir.
Sumber: Luwu Dalam Revousi, Ensiklopedi Sejarah Luwu; Perang Kota, Perlawanan Rakyat Luwu 23 Januari 1946; Sejarah Luwu, Catatan Ringkas Sejarah Luwu Sebelum Kemerdekaan; Jejak Suara Rakyat, Menelusuri Sejarah DPRD Kota Palopo.