Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Kisah Andi Jemma Meninggalkan Istana 23 Januari 1946

TANALUWU.ARUNGSEJARAH.COM -  Kisah Andi Jemma Meninggalkan Istana 23 Januari 1946, Luwu, Kabupaten Luwu, Kerajaan Luwu, Kedatuan Luwu, La Galigo, Kitab Galigo, Sureq Galigo, Andi Maradang Makkulau, La Maradang Mackulau, Datu Luwu, 23 Januari 1946 Perlawanan Rakyat Luwu, Masamba Affair, Idwar Anwar, Novel La Galigo, Belanda, Matthes, Sirtjo Koolhof, Luwu Regency, Afdeeling Luwu, Afdeling Luwu, Istana Luwu, Langkanae, Tari Luwu, Tari Pajaga, Suku di Luwu, Wotu, Mengkoka, Bugis, Limolang, Bare'e, Rongkong, Bua, Ponrang, Masamba, Bunga-bunganna Masamba, Tomakaka, Arung, Makole Baebunta, Kecamatan di Luwu, Palopo, Luwu Utara, Luwu Timur, Simpurusiang, Islamisasi di Luwu, Masuknya Islam di Luwu, Kapan Luwu Terbentuk, Tana Luwu, Wanua Mappatuo Naewai Alena, Maccae ri Luwu, To Ciung, Andi Jemma, Andi Djemma, Terjemahan La Galigo, Transkrip La Galigo, Sejarah Kedatuan Luwu, Sejarah Luwu, Budata Luwu, Bahasa di Luwu, Asal usul nama Kerajaan Luwu, Luwu Kerajaan Tertua, Mesjid Tua Palopo, Mesjid Jami Palopo, Silsilah Raja Luwu, Daftar raja Luwu,
Andi Jemma

TANALUWU.ARUNGSEJARAH.COM -  Kisah Andi Jemma Meninggalkan Istana 23 Januari 1946.

PADA pertempuran 23 Januari 1946, kota Palopo benar-benar dikuasai sepenuhnya oleh pemuda-pemuda Luwu (Pertempuran 23 Januari 1946). 

Mujur bagi tentara KNIL/NICA, sebab mereka mendapat perlindungan dari pihak Australia. Hal itu mengakibatkan gerak maju untuk menghancurkan tentara KNIL/NICA tidak dapat dilakukan oleh laskar pemuda, sebab dihalangi oleh tentara Australia.

Saat pertempuran 23 Januari 1946 meletus, Datu dan permaisuri serta beberapa anggota pemerintah masih tetap berada di istana. Lewat pukul 11.00 siang, pertempuran dalam kota Palopo pun masih berlangsung sengit, terutama di bagian timur kota. 

Akibatnya banyak pelor-pelor kesasar yang sering mengena pada dinding tembok istana Datu Luwu. Atas pertimbangan keamanan dan beberapa pertimbangan lain, maka diputuskan agar Datu dan permaisuri segera meninggalkan kota Palopo (Ringkasan Perjalanan Datu Meninggalkan Istana).

Pada dasarnya, Datu dan permaisurinya sangat berat hati meninggalkan istana. Kepala Penerangan PRI (Sanusi Dg. Mattata) pun memberi keterangan bahwa yang masih tinggal dalam kota sekarang hanyalah pemuda-pemuda yang sedang bertempur. 

Selain itu, Sanusi juga mengatakan bahwa sejak pertempuran terjadi, penduduk kota Palopo, baik laki-laki maupun perempuan telah banyak yang menyingkir keluar kota. Mereka lebih suka menderita dari pada harus tinggal di kota di bawah kekuasaan NICA. 

Kebanyakan rakyat menyingkir ke sebelah utara kota dengan menggunakan perahu. Mendengar keterangan-keterangan tersebut, akhirnya Datu dan Permaisuri bisa mengerti dan mau meninggalkan kota Palopo.

Setelah berkemas, Datu dan Permaisuri meninggalkan istana menuju pelabuhan. Dalam rombongan Datu tersebut, ikut pula Andi Gau Opu Gawe, tante Datu Andi Jemma bersama suaminya Andi Maradang, mantan Patunru Kedatuan Luwu. 

Ketika itu, pemandangan di Teluk Palopo ramai oleh perahu yang akan ditumpangi oleh rakyat Luwu yang akan menyingkir jauh dari medan pertempuran. 

Ada yang menuju kampung Lamasi, Cappasolo, Lawatu Uppa dan lain-lain. Di tempat-tempat tersebut, meskipun orang menyingkir bertahun-tahun, mereka tidak akan kehabisan makanan. Di tempat-tempat itu banyak sekali terdapat hutan sagu. 

Dengan menumpangi sebuah perahu layar, pagi hari tanggal 24 Januari 1946, Datu dan permaisuri serta seluruh rombongannya berangakat ke Cappasolo (desa Benteng kecamatan Malangke sekarang).

Sementara sebagian besar penduduk kota Palopo mengungsi ke beberapa kampung di bagian utara kota Palopo, yaitu Wellang-Pellang, Salubongko, WaelawiE, Pombakka dan Lamikko-Miko-Lawatu. Keperlu-an pengungsi diurus oleh pimpinan pemuda di daerah itu di bawah pimpinan Mangambari Hamid. Selain itu, mereka juga mengirim sejumlah pemuda untuk ikut bertempur di kota Palopo.

Sumber: Ensiklopedi Sejarah Luwu dan Perang Kota, Perlawanan Rakyat Luwu 23 Januari 1946.